A. Pengaturan Hukum Perjanjian
Hukum perjanjian ialah hukum yang mengatur mengenai hal-hal yanng berhubungan dengan masalah perjanjian, yang di buat oleh dua atau lebih orang. Hukum perjanjian tidak hanya mengatur mengenai keabsahan suatu perjanjian yang di buat oleh para pihak, tetapi juga akibat dari perjanjian tersebut, penafsiran, dan pelaksanaan dari perjanjian yang dibuat tersebut. Pengaturan hukum perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat ditemukan di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan di atur secara khusus dari pasal 1313 hingga sampai pasal 1351 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan subjudul besar “bab II: perikatan-perikatan yang di lahirkan dari kontrak atau persetujuan”. Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan ynag lebih luas cakupannya.
B. Pengertian Perjanjian
Menurut ketentuen pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Definisi ini jelas telah menunjukkan telah terjadi persetujuan ( persepakatan) antara pihak yang satu ( kreditor) dan pihak yang lain (debitor ). Dengan kata lain perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Dengan perjanjian ini lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) atas satu atau lebih orang ( pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut yang merupakan perikatan yang harus di penuhi oleh orang atau subjek hukum tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selasu ada dua pihak yaitu: kreditor dan debitor.
C. Asas-asas Perjanjian
Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak untuk mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut
Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur maupun yang belum di atur dalam undang-undang. Akan tetapi kebebasan tersebut di batasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Asas pelengkapa
Asas ini mempunyai arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak menghendaki dan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Kan tetapi, apabiladalam perjanjian yang mereka buat tidak di tentukan lain, berlakulah tentuan undang-undang. Asas ini hanya menganai rumusan hak dan kewajiban pihak-pihak.
Asas konsekuensi
Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata sepakat (konsensus ) antara pihak-pihak mengenai perjanjian.
Asas obligator
Asas ini mempunyai ati bahwa perjanjian yang di buat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak milik.
D. Klasifikasi perjanjian
Berdasarkan pada kriteria masing-masing,perjanjian dapat diklasifikasikan menjadi lima macam.
1) perjanjian dua pihak dan sepihak
pembedaan ini di dasarkan pada kewajiban berprestas. Perjanjian dua pihak adalah perjanjian yang mewajibkan kedua pihak saling berprestasi. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan satu pihak memberi prestasi dan pihak yang lain menerima prestasi.
2) Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perbedaan ini di dasarkan pada nama yang sudah diberikan oleh pembentuk undang-undang pada perjanjian khusus dan tidak ada nama.pemberian nama di serahkan pada praktis hukum. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah memiliki nama tertentu yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas.
3) Perjanjian obligator dan kedendaan
Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menciptakan hak dan kewajiba, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi persetujuan (konsensus) mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga benda, penjual berhak atas pembayaran harga dan pembeli berhak atas barang yang di beli.
4) Perjanjian konsensual dan real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam tarap menimbulakn hakdan kewajiban bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pengalihan hak.
5) Perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga
Pada umumnya perjanjian yang diadakan oleh pihak-pihak itu adalah perjanjian antara pihak kesatu dan pihak kedua, yang mengikat pihak itu sendiri. Dengan demikian, berlakunya perjanjian juga hanya untuk kepentingan pihak kesatu dan kedua (pihak-pihak yang berjanji). Akan tetapi masih, ada lagi perjanjian yang berlakunya itu untuk kepentingan pihak ketiga yaitu ahli waris dan lain-lain.
E. Unsur dan Syarat Perjanjian
Perjanjian yang sah dan mengikat adalah perjanjian yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian ynag sah dan mengikat diakui dan memiliki akibat hukum. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP perdata, setiap perjanjian selalu memiliki empat unsur dan pada setiap unsur melekat syarat-syarat yang di tentukan undang-undang.
Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat seperti yang ditentukan tidak akan di akui oleh hukum walaupun di akui oleh yang membuatnya.
1). Persetujuan kehendak
Persetujuan kehendak adalah persepakatan seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok (esensi) perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu bersifat final tidak lagi tawar-menawar.
2). Kewenangan (kecakapan)
Unsur perbuatan (kewenangan ), setiap pihak dalam perjanjian wenang melakukan perbuatan hukum menurut undang-undang. Pihak-pihak yang bersangkutang harus memenuhi syarat-syarat, yaitu sudah dewasa, artinya berumur 21 tahun penuh; walaupun belum 21tahun penuh, tetapi sudah pernah kawin; sehat akal (tidak gila ); tidak di bawah pengampunan, dan memiliki surat kuasa apabila mewakili pihak lain.
3) objek (prestasi ) Tertentu
Unsur objek (prestasi ) tertentu atau dapat di tentukan berupa memberikan suatu benda bergerak atau tidak bergerak, berujud atau tidak berujud; melakukan sesuatu perbuatan tertentu; atau tidak melakukan perbuatan tertentu.suatu ubjek tertentu atau prestasi tertentu merupakan objek perjanjian, prestasi yang wajib di penuhi. Kejelasan mengenai objek perjanjian adalah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak. Jika objek perjanjian atau prestasi itu kabur. Tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin di laksanakan, perjanjian itu batal.
4) Tujuan perjanjian
Yaitu tujuan, apa yang ingin dicapai pihak itu harus memenuhi syarat halal. Tujuan perjanjian yang akan dicapai pihak-pihak itu sifatnya harus halal. Artinya, tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat (Pasal 1337 KUHPdt). Kausa yang halal dalam pasal 1320 KUHPdt itu bukan sebab yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan isi perjanjian itu sendiri menjadi tujuan yang akan dicapai pihak-pihak. Undang-undang tidak memedulikan apa yang menjadi sebab pihak-pihak mengadakan perjanjian, tetapi yang diawasi oleh undang-undang adalah “isi perjanjian” sebagai tujuan yang hendak dicapai pihak-pihak itu.
5) Akibat Hukum Perjanjian Sah
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat dengan sah dan mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya, tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak, dan harus dilaksanakan dengan i’tiqad yang baik.
a. Berlaku sebagai undang-undang
Artinya, perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya
b. Tidak dapat dibatalkan sepihak
Karena perjanjian adalah perstujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Aka tetapi, jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak.
c. Pelaksanaan dengan i’tiqad baik
Yang dimaksud dengan i’tiqad baik ( te goeder trouw, in good faith) dalam pasal 1338 KUHPdt adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakan pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan di atas rel yang benar.
F. Pelaksanaan Perjanjian
Pelaksanaan perjanjian adalah perbuatan merealisasikan atau memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak-pihak sehingga tercapai tujuan mereka. Masing-masing pihak melaksanakan dengan sempurna dan i’tiqad baik sesuai dengan persetujuan yang telah disepakati.
1. Kewajiban Pokok, Pelengkap, Diam-diam
a. Kewajiban Pokok
Kewajiban pokok adalah kewajiban fundamental essencial dalam setiap perjanjian. Jika kewajiban pokok tidak dipenuhi, akan mempengaruhi tujuan perjanjian.
b. Kewajiban Pelengkap
Kewajiban Pelengkap adalah kewajiban yang kurang penting, yang sifatnya hanya melengkapi kewajiban pokok (foemal procedural). Tidak ditaati kewajiban pelengkap tidak akan mempengaruhi tujuan utama dari perjanjian, membatalkannya atau memutuskannya, tetapi mungkin hanya akan menimbulkan kerugian.
c. Kewajiban Diam-diam
Kewajiban diam-diam dalam perjanjian hanya terjadi dalam hal yang tidak ada ketentuan tegas. Akan tetapi, kewajiban diam-diam umumnya dapat dikesampingkan oleh kewajiban yang tegas mengenai akibat yang terjadi.
2. Pembayaran
Pihak yang melakuka pembayaran adalah debitor atau orang lain atas nama debitor, atas dasar surat kuasa khusus. Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah mata uang, tetapi ada juga yang memakai valuta asing, misalnya, dolar amerika atau Euro mata uang bersama di negara-negara Erofa.
Pembayaran harus dilakukan di tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian. Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tepatnya. Maka pembayaran harus dilakukan di tempat dimana benda itu berada ketika membuat perjanjian.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran dibebankan kepada debitor (Pasal 1395 KUHPdt).
3. Penyerahan Benda
Setip penyerahan yang memuat tujuan memindahkan penguasaan dan/ atau hak milik perlu melakukan penyerahan bendanya. Penyerahan ada dua macam yaitu: penyerahan hak milik dan penyerahan penguasaan benda.
4. Pelayanan Jasa
Pelayanan jasa adalah memberikan pelayanan dengan melakukan perbuatan tertentu, baik dengan menggunakan tenaga fisik saja maupun dengan keahlian atau alat tertentu, baik dengan upah maupun tanpa upah.
5. Klausula Eksonerasi
Klausula Eksonerasi adalah perjanjian yang di buat dengan ketentuan-ketentuan yang bersifat membatasi tanggung jawab debitor
6. Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Menerut ketentuan pasal 1342 KUHPerdata, jika kata-kata yang di gunakan dalam perjanjian cukup jelas, tidak diperkenankan untuk menyimpang dari kata-kata itu dengan jalan penapsiran.
G. Kesimpulan
Hukum perjanjian ialah hukum yang mengatur mengenai hal-hal yanng berhubungan dengan masalah perjanjian, yang di buat oleh dua atau lebih orang. Hukum perjanjian tidak hanya mengatur mengenai keabsahan suatu perjanjian yang di buat oleh para pihak, tetapi juga akibat dari perjanjian tersebut, penafsiran, dan pelaksanaan dari perjanjian yang dibuat tersebut. Pengaturan hukum perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat ditemukan di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan di atur secara khusus dari pasal 1313 hingga sampai pasal 1351 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan subjudul besar “bab II: perikatan-perikatan yang di lahirkan dari kontrak atau persetujuan”. Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan yang lebih luas cakupannya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, s.if. prof Abdul kadir. Hukum perdata indonesia. Bandung PT Citra aditya bakti ,2010
SH.,MLI., Suharnoko, Hukum Perjanjian teori dan analisis kasus, jakarta, prenada media, 2004
Widjaja, Gunawan. Memahami prinsip keterbukaan (Aanvullend ) dalam hukum perdata. Jakarta, PT Raja Grafindo persada, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar